Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis, SMPIT - SMAIT Irfani Quranicpreneur Bilingual School

Impian Terakhirmu; Ibu


 

Impian Terakhirmu; Ibu

Penulis : Nurul Azkia

 

 

  CKITTTTT

  BRAKK

  “AYAAAAAHHH!…”Mataku melotot,dadaku bergemuruh,dengan sekuat tenaga aku dan ibuku berlari kencang menghampiri ayah yang sudah tergeletak di jalan dengan darah yang melumuri sekujur tubuhnya.

   “REZAAA!!”ibuku berteriak histeris memanggil nama lelaki yang sangat ia cintai-ayahku.Ibuku terduduk lemas sembari membawa kepala lemah ayahku ke pangkuannya”R-Reza..kamu harus bertahan.. kita ke rumah sakit sekarang juga..”dengan suara yang gemetar ibuku berusaha untuk tetap terlihat tegar.

   “S-Sriii.. a-aku sudah t-tidak kuat lagi,j-jaga putri k-kita dengan b-baik..uhukk uhukkk”dengan sisa tenaganya ayahku berusaha mengatakan kalimat kalimat terakhirnya,sebelum ia mengeluarkan darah dari mulutnya dan..

   “R-Ree i-ini es krimmu…”tangan ayahku terjatuh di pangkuanku, dengan satu buah es krim rasa strawberry yang masih utuh “AYAAAHHHH!..i-ibuu,ayah?,ayah kenapa buu?ayah gak bakal kenapa kenapa kan ?”aku berteriak histeris,sebelum aku bertanya pada ibuku bahwa ayah tidak akan kenapa kenapa,namun nihil ibuku hanya menjawab pertanyaanku dengan gelengan lemah,matanya tidak bisa berbohong,mata yang memancarkan bentuk kehilangan yang mendalam “Re,Rere harus bisa ikhlas,ayah sudah kembali ke pangkuan sang kuasa”tangan gemetar ibuku mengelus pipiku yang terkena cipratan darah dengan lembut,sebelum kami bertiga berpelukan di ampar jalan,masa bodoh dengan orang orang yang semakin lama semakin banyak mengerumuni kami,kami berdua menangis sejadi jadinya karena sudah tidak tahan lagi dengan situasi saat ini.

    Seakan semesta ikut merasakan apa yang kami rasakan,awan berubah menjadi gelap dan perlahan mulai menitikkan air ke permukaan tanah,rintihan hujan yang semakin deras bersaamaan dengan itu juga air mata kami turun dan merosot dari tempat seharusnya,seperti derasnya hujan saat ini.mata indah ibuku mengeluarkan cairan bening bernama airmata itu dengan sangat banyak.

 

   Beberapa saat lalu

 

  Aku ,ibu,dan ayahku sedang duduk santai di pinggiran taman kota,kami banyak berbicara,bertukar cerita,dan bercanda tawa,sebelum pada akhirnya aku melihat sebuah mobil mewah terparkir di sebrang jalan,di bukanya pintu mobil tersebut dan keluarlah seorang gadis kecil cantik yang ku pikir sepertinya dia seusiaku,gadis itu menggunakan baju yang sangat indah,ia keluar bersama seorang lelaki berjas dan wanita berpakaian kasual feminim yang ku pikir dia adalah orangtua gadis tersebut.mereka memasuki toko yang bertuliskan ‘ICE CREAM!’,di dalam sana aku melihat mereka saling melempar tawa satu sama lain,mungkin jika di bandingkan keadaanku dengannya itu sama ,namun dengan garis takdir yang berbeda. Jika mereka pergi ke sini dengan menggunakan mobil mewah maka aku hanya sebatas jalan kaki dan sesekali di gendong ayahku,jika baju mereka terlihat sangat indah dan mewah di sini aku hanya memakai baju seadanya.’Sungguh menyedihkan’ kataku.

  Keluarga dengan beda kasta tersebut keluar dari toko es krim dengan bahagia,dari dulu aku sangat menginginkan hal itu ,membeli es krim bersama ayah dan ibuku sepertinya,dengan tidak aku sadari ayahku memperhatikanku sejak tadi “Re,sayang kamu mau es krim seperti dia juga?”tanya ayahku padaku,dengan polosya aku hanya mengangkuk mengiakan.Ayahku merogok sakunya dan mengluarkan uang satu satunya di sakunya sebesar dua puluh ribu.”Yasudah ayah pergi ke sana dulu ya,ayah akan membelikan es krim untukmu,anak ayah yang cantik ini jangan sedih lagi ya”ucap ayah ku lembut seraya mengusap lembut puncak kepalaku “iya ayaah,Rere pengen yang rasa strawberry ya yah” ucapku kegirangan,ayahku hanya membalasnya dengan anggukan kecil dan senyum tulus nya.

   Setelah itu ayahku pun berlalu meninggalkan ku dan ibuku untuk membeli es krim yang aku inginkan,seling beberapa menit ayahku keluar dari toko tersebut sembari melambai lambai kan tangannya yang menggenggam es krim strawberry,ia melirik ke kanan dan ke kirinya sebelum ia melangkahkan kakinya ke jalanan,tapi tiba tiba saat ia sedang berjalan di tengah jalan ada sebuah mobil besar dengan kecepatan tinggi menubruk badan ringkih ayahku.dan…

   CKITTTTT

   BRAKK

 

 

11 tahun kemudian

 

 

    "Huhh.. sialaan mimpi itu lagii"Rere terbangun dari tidurnya,dadanya bergemuruh kencang,tangannya bergetar,keringat bercucuran di dahinnya,ia memeluk kedua lututnya dan sesekali mengacak rambutnya frustasi,Rere menenggelamkan wajahnya di kedua lututnya.Tidak, ia tidak menangis,ia kesal pada ayahnya yang sudah meninggal itu karena selalu mendatanginya lewat mimpi, arwahnya gentayangan,pikirnya.

     "Ayaahhh! bisa gak sii jangan ganggu Rere muluu, Rere capek ngebayangin kejadian itu terus!"Rere berteriak frustasi, membayangkan dirinya saat kejadian sebelas tahun silam,ia sangat ketakutan, rasa bersalah itu kembali menghantuinya, rasa menyesal karena telah meminta es krim sialan itu kembali menyerang pikiran dan perasaan nya.

     Sebelas tahun bukanlah waktu yang singkat, namun untuk melupakan kejadian itu rasanya begitu sulit bagi Rere,kejadian saat itu meninggalkan banyak luka dan trauma baginya."Re,kamu kenapa nak? kenapa teriak teriak seperti ini?"tanya Sri-ibu Rere yang tiba tiba saja masuk dan langsung mengelus puncak kepala putrinya dengan lembut,ia merapihkan rambut putrinya yang acak acakan,helai perhelai ia selipkan ke belakang telinga putrinya dengan penuh kasih sayang "ambil air wudhu dulu yuk nak,setelah itu cepatlah laksanakan sholat subuh,supaya hatimu tenang. Rere juga harus pergi ke sekolah bukan?" ucap Sri penuh dengan kelembutan. Rere mendogak dan melihat jam dinding yang terpajang di kamarnya yang menunjukan pukul 05:54, Sri tersenyum tulus melihat respon putrinya "ayok biar ibu bant-"ucapan Sri terpotong saat tiba tiba Rere melempar selimut nya asal. "Iiihh ibu ibu rempong, masih pagi loh inii, udah ceramah aja! ibu bisa gak sih, gak usah nasehatin aku kayak anak kecil gitu, akutuh udah gede gak usah di atur atur, lagian aku juga bisa ke wc sendiri" setelah mengatakan itu Rere beranjak dari tempat tidurnya dan pergi meinggalkan ibunya menuju kamar mandi dengan kaki yang sengaja di hentak hentakan supaya ibunya menyadari betapa marah dirinya.

   Rere menutup pintu kamar mandi dengan kasar, melihat hal itu Sri hanya bisa bersabar sambil mengelus dada, jika di tanya apakah Sri marah dengan perlakuan putrinya yang seperti itu? tentu saja ia marah namun yang bisa ia lakukan hanyalah bersabar menghadapi sikap putrinya yang keras kepala. Ia mengenal jelas watak putrinya, jika api bertemu dengan api maka api akan semakin besar dan tidak akan ada ujungnya, hal itulah yang membuatnya terus mengalah.

                   

***

                  

      Remaja dengan paras cantik itu sudah siap dengan seragam putih abunya, rambut kuncir kuda dan kulit bening sawo matang serta badan yang ideal itu terlihat pas untuk remaja seusianya, membuat semua orang yang melihatnya tidak akan akan berfikir dua kali untuk melihat latar belakangnya yang kekurangan. "Buu!!! ibuu ihh mana uang jajan Rere!!" teriak gadis itu dari luar rumahnya, tidak lain dan tidak bukan ia adalah..Rere.

     Sri keluar dari rumah tersebut dengan gresak grusuk, ia mengeluarkan selembar uang berjumlah sepuluh ribu dari kain serut yang ia sebut dompet itu. Ia tidak memiliki uang lagi untuk hari ini,ia hanya memiliki sisa uang dua puluh ribu, sepuluh ribu ia berikan pada putrinya dan sepuluh ribunya ia simpan untuk membeli kebutuhan rumah untuk hari ini ,itupun jika cukup.

      "Hah? sepuluh ribu?" ia tersenyum meremehkan, sebelum akhirnya ia kembali berucap "ibu kira sekarang masih jaman nabi adam nabi idris? sepuluh ribu sekarang cukup buat apaan bu elaahh? ongkos Rere berangkat naik angkot itu tiga ribu belum pulangnya, jadi enam ribu.Jangan bilang ibu nyuruh aku buat jajan empat ribu? empat ribu kebeli apaa?" setelah panjang lebar ia mengatakan kata demi kata yang tajam,layaknya panah. Sri hanya bisa tertunduk dalam "tapi nak, i-ibu tidak memiliki uang lagi" ucap Sri dengan suara lirih, ia mengeluarkan sepuluh ribu berikutnya dengan maksud menjelaskan keperluannya. "ini untuk kebutuhan hari ini,untuk maka-"ucapan Sri terpotong saat dengan cepat Rere mengambil uang itu, "naahh ini ada, lain kali jangan di umpet umpetin gitu dong bu ahh" ucapnya sebelum beranjak pergi dari pekarangan rumah kecilnya tanpa berpamitan atau sekedar bersalaman pada sang ibunda.

     Sri masih mematung di tempatnya, ia masih tidak percaya dengan perlakuan kasar sang putri beberapa menit lalu. Ya tuhan mengapa Engkau ambil gadis kecil periangku,yang ada di hadapan ku beberapa saat lalu seperti bukan putriku yang ku kenal Tuhan, mengapa ia begitu kasar padaku, Engkau bawa pergi kemana putriku yang selalu khawatir dengan keadaanku, aku begitu merindukannya Tuhan..lirihnya di dalam hati sebelum...

   

Tes

 

 Cairan bening yang berusaha ia tahan sejak tadi sudah tidak terbendung lagi, hatinya sakit ketika putrinya berperilaku seperti itu, dadanya bergemuruh, bahunya naik turun menahan isakan. Ia berlalu dari tempatnya tadi untuk masuk kedalam rumah dengan perasaan kecewa, sangat kecewa.

   

***

 

   "Assalamualaum warrahmatullah.."

   Sri baru saja menyelesaikan sholat dhuhanya, ia mengusap wajahnya dengan syahdu sebelum ia mengadahkan tangan pada yang kuasa, lagi lagi air mata kembali turun membasahi pipi yang sudah tidak kencang lagi itu, ketika mengingat perlakuan demi perlakuan yang sudah putrinya lakukan padanya, yang jauh dari kata baik, sangat jauh.

     "Ya Allah yang maha kuasa, hanya pada-Mu lah hamba meminta, hanya pada-Mu lah hamba mencurahkan keluh kesah hamba, hikss... setelah Engkau mengambil satu orang yang sangat hamba cintai, apakah Engkau juga akan kembali mengambil orang yang juga hamba cinta dan sayangi? mungkin iya, raga nya Kau titipkan di dunia, namun kenapa kepribadiannya sangat berbeda? ia begitu kasar padaku Tuhan..hikss..hikss"ucapannya terpotong saat dadanya terasa begitu sesak untuk sekedar menarik nafas, tangannya bergetar, hatinya tidak berhenti bergemuruh. Ia berdiri dan sedikit berjalan untuk mengambil sesuatu di dalam lemarinya. Ia kembali terduduk di sajadah yang tadi ia gelar, tangannya kembali mengadah pada yang kuasa.

       "Ya allah berikan lah hamba-Mu yang lemah ini porsi hidup yang lebih panjang, hamba ingin merubah apa yang seharusnya di ubah terlebih dahulu Ya Allah, ampunilah segala dosa hamba Ya Allah, segala dosa almarhum Reza, dan segala dosa putri hamba ya Allah...Rabbana hablana min azwaajina wa dzurriyyatinna qurrota a"yun wajja"alna lil muttaqiina imaama, amiin "

 

***

 

    "Buu!! ibuuu, ibu dimana sii ih gue laper bangett" teriak Rere, ia baru saja pulang dari sekolahnya, ia mencari ibunya di setiap penjuru rumahnya, tibanya ia di ambang pintu kamar sang ibunda, ia membuka dengan kasar pintu tersebut, matanya langsung di sambut oleh sang ibu yang tengah tertidur tenang di atas sejadah dengan balutan mukena yang masih lengkap."Ya ellahhh ini ibu ibu malah tiduran begini, bukannya siapin makanan buat anaknya yang baru balik sekolah" gerutunya. Ia berjongkok dengan maksud akan membangunkan sang ibu, namun saat tangannya akan menyentuh ibunya, matanya terlebih dahulu teralih pada selembaran ketas yang berada di tangan ibunya.

   Dengan gerakan perlahan ia membawa kertas tersebut dan kata demi kata yang tertera pada kertas itu ia baca dengan seksama, membulat sempurna, ia terkejut dengan isi dari selembaran kertas itu, sangat terkejut.

    "Efusi perakardium?..penumpukan cairan pada jantung..stadium akhir."

    Tes

   Air mata yang sudah lama tidak lagi keluar dari mata nya itu tiba tiba keluar tanpa aba aba, ia membekam mulutnya menggunakan tangannya sendiri untuk tidak memunculkan suara suara yang akan membangunkan ibunya, dadanya bergemuruh kencang, tangannya bergetar, badannya melemas, ia menatap kertas yang ia genggam dan sang ibu secara bergantian, ibunya terlihat begitu damai dalam tidurnya, wajah cantik yang dulu selalu memancarkan kebahagian, sekarang sudah terganti oleh wajah yang penuh dengan kerutan, mata indah itupun sudah tertutupi dengan mata sayu berkantung, ibuku, katanya dalam hati.

     Ia berlari ke luar rumah tanpa arah, ia ingin menangis, menangis sejadi jadinya. Kecawa, kesal, sedih semua bercampur menjadi satu, ia tidak tahu harus melakukan apa. Ia kesal pada dirinya yang selalu membentak dan memperlakukan ibunya dengan tidak baik, ia kecewa pada dirinya sendiri yang tidak peka akan situasi, seharusnya ia peka akan ibunya yang selalu mengeluh akan dadanya yang sering terasa nyeri dan kesulitan bernafas, kaki dan tangan yang kadang tiba tiba membengkak, berjalan dengan sempoyongan. Dan ia sedih akan kondisi ibunya sekarang, sangat, sangaat sedih.

     "AARRGGHHH.. gue pusiingg.. hiks hikss"

     "Ya Tuhannn, jika sudah seperti ini saya harus bagaimanaa, Tuhaann!!" ia terjatuh di pinggiran jalan yang sepi, ia menangis sejadi jadinya sambil memeluk erat kedua lututnya, bahkan untuk saat ini ia tidak berani untuk sekedar menatap wajah ibunya, ia menyayangi ibunya, sangat sayang. Namun untuk menyatakan hal itu gengsinya terlalu tinggi, selama ini ia berprilaku seperti itu bukan karena ia tak menyayangi ibunya,namun..ia kesal, selalu kesal, saat melihat wajah ibunya, ia selalu mengingat dimana ketika Rere meminta agar Sri menikah kembali supaya ekonomi mereka membaik Sri menolaknya "ibu tidak ingin menikah kembali nak, yang ibu cintai hanyalah Reza, ayahmu. Cinta ibu sudah habis di dirinya, ibu meminta maaf untuk keinginanmu yang satu ini, ibu tidak bisa menurutinya" hal itulah yang membuat Rere bersikap tidak baik pada ibunya, mungkin niatnya baik, namun caranya yang salah.

     "Saya harus bagaimana Tuhaan!"ia berteriak teriak di pinggiran trotoar sambil sesekali menjambak rambutnya. Ia hilang arah.

 

                                  

***

     

       Tok tok tok

      Sri berjalan ke ambang pintu untuk membukanya, betapa terkejut dirinya saat melihat putri semata wayang nya begitu terlihat acak acakan. Baju yang tadinya berwarna putih  bersih sekarang menjadi putih kecoklatan karena kotor, rok abu abu nya pun banyak bagian yang sobek dan terdapat beberapa noda darah yang mengering di sana, ia tertunduk lesu.

      Dengan perlahan Sri mengangkat dagu putrinya, ia menangkup kedua pipi gadis yang sangat ia sayangi itu, dengan lembut ia mengusap perlahan air mata yang turun mengenai pipi sang gadis. "Sayang, ada apa dengan mu-" belum saja selesai dialog yang akan Sri katakan tapi Rere sudah terlebih dahulu memeluk dirinya dengan erat, sangat erat, pelukan hangat ini.. pelukan hangat inilah yang Rere butuhkan, bahkan ia tidak ingat kapan terakhir kali ia memeluk ibunnya seperti ini, Rere tidak munafik, ia merindukan pelukan ini, ia merindukan ibunya.

    Sri terkejut bukan main saat mendapatkan perilaku gadisnya yang sangat tiba tiba seperti ini, ia mengerti dengan perasaan putrinya saat ini, yang membuatnya memilih diam dan lebih memilih untuk menenangkan sang putri terlebih dahulu, ia tidak mau membuat kondisinya semakin parah, ia mengusap pelan puncak kepala putrinya dengan lembut, dan di sisi lain Rere semakin mengeratkan pelukannya, pertahanannya seketika rubuh dengan mudah, air mata yang sedari tadi ia tahan mati matian pun kembali terjun bebas tanpa aba aba, ia kembali menangis, tangisan yang menggambarkan bentuk penyesalan yang mendalam.

    Setelah di rasa cukup tenang Sri mengaping tangan Rere untuk di bawa duduk bersama di dalam rumah, Rere masih belum saja mendongak dan menatap mata sang ibunda. Dengan hati hati Sri pun bersuara "ada apa? kenapa kamu baru pulang? sekarang sudah jam

20:46, sudah malam nak, ibu begitu mengkhawatirkan mu" Rere mendongak tak percaya, ia terkejut dengan kalimat terakhir yang ibunya katakan begitu mengkhawatirkan mu katanya, "bahkan ketika keadaannya sedang jauh dari kata baik, ia tetap menghkawatirkan ku?" ucap Rere dalam hati.

      "Yang seharusnya bertanya itu Rere bu, ada apa? ibu menyembunyikan sesuatu dari Rere?"pada akhirnya Rere mengngkat suaranya.

       "Menyembunyikan sesuatu?" beo Sri "tidak" jawabnya sembari menggeleng meyakinkan "bahkan ibu tidak menyembunyikan uang sedik-"

       "Bukan soal uang bu...tapi tentang keadaan ibu, Rere tahu ibu sedang tidak baik baik saja.." ucapannya terpotong saat air mata yang tadinya sudah mereda kembali turun dengan begitu deras "j-jantung ibu, jantung ibu..terendam cairan?stadium akhir?" mata Sri membulat ketika mendengar penuturan putrinya, namun beberapa saat kemudian Sri kembali menetralkan ekspresinya, ia tersenyum pada sang putri "apakah itu yang membuatmu menjadi seperti ini?" tanyanya lembut seraya mengelus pucak sang putri. Rere mengangguk lesu mengiakan.         

        “Terimakasih nak, karena sudah mengkhawatirkan keadaan ibu, ibu tidak apa apa, lihatlah sekarang ibu  baik baik saja bukan?” Sri menggantung ucapannya, Rere masih terdiam dan hanya mendengarkan kata demi kata dan kalimat demi kalimat yang ibunya katakan padanya. “tidak perlu mengkhawatirkan keadaan ibu sampai segitunya nak, malah ibu akan sakit jika  melihat dirimu yang seperti ini sayang" ucap Sri dengan lembut dan penuh dengan kasih sayang. "yang harus kamu ketahui, ibu sangat menyayangimu nak, sangat menyayangimu.."  Sri menarik sang putri untuk ia masukan kedalam pelukannya, ia kembali mengelus puncak kepala putrinya, cairan bening itu kembali terjun dari mata indahnya. Ia sudah tidak tahan lagi, ia begitu merindukan putrinya yang dulu dan sekarang seolah tuhan mengabulkan doanya, Rere kembali dengan keperibadiannya yang dulu.

         Rere membalas pelukan ibunya tak kalah erat. Ia juga sangat menyayangi ibunya namun untuk mengatakannya, ia terlalu gengsi.." R-Rere juga s-sayang ibu, sayang sekali" pada akhirnya ia pernyataan kasih sayangnya meluncur dengan sempurna, masa bodoh dengan gengsinya itu, ia sudah tidak peduli lagi. "Maafkan Rere bu, maafkan Rere yang selama ini bersikap pada ibu dengan buruk, sangat buruk, dan jauh dari kata baik, Rere menyesal bu, Rere  tahu kesalahan Rere selama ini terlalu banyak hingga Rere pun sadar jika kata maaf sebanyak apapun yang akan Rere ucapkan tidak akan mengubah apapun, tapi Rere benar benar meminta maaf pada ibu" Rere mengatakan kata maaf dengan sangat lancar, namun matanya pun tidak bisa berbohong air matanya pun ikut mengalir selancar ucapan yang ia ucapkan, ia menyatakan kata maaf nya dengan sangat tulus, ia begitu menyesal.Namun apa boleh buat, penyesalan selalu datang di akhir, bahkan dengan berjuta juta kata maaf pun tidak akan pernah bisa mengubah apa yang sudah terjadi.

    "Bahkan sebelum kau meminta maaf, ibu sudah memaafkanmu nak, ibu sangat menyayangimu sayang" setelah mengatakan itu satu kecupan mendarat di kening sang putri, diiringi dengan air mata yang terus saja keluar walau sudah ia tahan mati matian.

    "Rere juga sayang ibu"

     Cup

    satu kecupan Rere berhasil mendarat di kening sang ibu.

                       

***

 

       Tok tok tok

      "Iya Re, masuk saja sayang pintunya tidak ibu kunci" setelah sang ibu berkata seperti itu, Rere perlahan membuka pintu kamar ibunya dengan hati hati, ia berjalan mendekati sang ibu yang sedang terduduk di pinggiran ranjang, sang ibu yang melihat itupun menepuk nepuk tempat di pinggirnya, bermaksud agar Rere duduk di dekatnya. Rere yang mengerti akan maksud ibunya pun duduk di pinggir ibunya, ia menatap setiap sudut di ruangan yang ibunya sebut sebagai kamar itu, ruangan yang kecil nan sempit, penuh dengan barang, ranjang nya pun seperti sudah tidak layak pakai lagi.

     "Ada apa sayang?oh iya kamu tidak keluar untuk bermain bersama teman temanmu untuk.. apa itu namanya?hipli..hipli-"

      "Healing bu" ucap Rere membenarkan.

      "nah itu,,hip..hip..aaahh pokoknya yang itu. Kenapa kamu tidak keluar?biasanya kamu kan keluar ketika malam minggu seperti ini"

      "Hehe enggak dulu bu, Rere mau di sini aja sama ibu. Tujuan Rere ke sini, ada sesuatu yang ingin Rere bicarakan sama ibu"

      "Apa itu?katakanlah nak, katakan apa yang ingin kau katakan"

      "Keputusan Rere udah bulat Rere mau putus sekolah, Rere mau bantu ekonomi kita bu, Rere mau bantu ibu cari uang, Rere mau ibu berobat lebih lanjut"

      "Re, bukan kah ibu selalu katakan padamu, jangan pernah berfikir untuk memutuskan pendidikanmu selagi ibu mampu untuk membiayaimu, urusan rezeki biarlah Allah yang mengurusnya. Yang ibu inginkan hanyalah menjadikan anak ibu satu satunya ini menjadi wanita yang berpendidikan, wanita yang memiliki pendirian, wanita yang selalu di pandang, karena ibu sendirilah yang merasakan betapa sulitnya menjadi seseorang yang tidak memiliki banyak ilmu, ibu tidak mau kau merasakan apa yang ibu rasakan, anak ibu ini harus bahagia, meskipun kelak, entah kapan, sang kuasa akan memanggil ibu kau harus terus bahagia nak, lanjutkan sekolahmu, turutilah apa kata kata ibu ini, untuk ibu, untuk ayah, untuk dirimu sendiri juga"ucap Sri panjang lebar. Dadanya terasa sesak, jantungnya tiba tiba berdetak tak beraturan, namun di hadapan putrinya ia tidak mau memperlihatkan betapa sakitnya menahan penyakit yang ia iadap, ia menahan rasa sakit itu.

   Rere yang sejak tadi tidak berani menatap awjah sang ibunda kemudian mendongak "yaudah kalo itu yang ibu mau, Rere bakal terus sekolah"

  "Naaah gitu doong, ini baru anak ibu"

   "iya bu"

   "Re, boleh kah ibu meminta agar kau tidur di sini saja untuk malam ini? temani ibu"pintanya pada ssang putri.

  "Boleh kok bu, malam ini biar Rere temani ibu"

  "Terimakasih nak"

   "Tentu bu"

                                                         

***

 

     "Re, ibu apakah kau tahu, ibu memiliki impian yang harus kau wujudkan"

     "Apa bu?"

     "Ibu ingin melihat mu menjadi seorang sarjana nak"

    "Tapi bu, ibu emang yakin kalo Rere bisa kuliah, dengan ekonomi kita yang seperti ini"

    "Yakin, ibu yakin tidak ada yang mustahil bagi Allah nak, jika Allah berkehendak maka Allah akan membuatmu menjadi apa yang kamu mau, yang harus kamu lakukan hanyalah percaya pada yang kuasa, percayalah jika Allah itu ada di setiap langkah dan kesuksesan mu"

    " iya ibu, insyaallah Rere usahakan"

    "Re ibu sudah mengantuk, ayok tidur"

    "iya bu Rere juga ngantuk"

    "yasudah ayok kita tidur, jangan lupa baca doa terlebih dahulu sayang"

    "iya bu, bissmikaallah humma ahya wabismika ammuut, aamiin"

    "aamiin"

                      

***

       

    Rere terbangun dari tidurnya karena cahaya terik matahari yang menusuk mata gadis itu, ia menatap sang ibu yang masih tertidur pulas dipinggir nya, dengan posisi yang masih sama seperti tadi malam, memeluk nya. Gadis itu dengan perlahan menurunkan tangan sang ibu, ia bergegas pergi ke dapur untuk memasak, niatnya akan membangunkan sang ibu ketika makanannya sudah siap.

   Hari ini adalah pertama kalinya ia berada di dapur unuk memasak, Rere memasak nasi goreng dengan susah payah, ia mengingat ngingat resepnya saat ia lupa langkah perlangkah membuat nasgor. Dan pada akhirnya, masakan nya pun jadi, ia sengaja membuat dua piring nasgor, untuknya dan untuk ibunya.

   Dengan langkah antusiasnya, ia pergi ke kamar sang ibunda dan membangunkannya untuk sarapan bersama. Dengan perlahan ia membuka kenop pintu tersebut, di lihatnya sang ibu yang sedang menutup matanya dengan damai, ia mengelus pelan bahu ibunya.

   "Buuu, bangun dulu yuk bu, kita sarapan bersama, aku sudah memasak dua piring nasi goreng, untuk aku, untuk ibu..untuk kita"ucapnya dengan lembut.

   Tak kunjung ada respon apapun yang ibunya keluarkan saat Rere membangunkannya, Rere bingung, apakah ibunya begitu kecapeannya,? tak menyerah ia terus mengusap bahu dan puncak kepala sang ibu dengan lembut.

     "Bu ayok bangun dulu, Rere tahu ibu kecapean tapi perut ibu kosonng dari kemarin, makan dulu yuk bu, mumpung nasi nya masih panas, nanti kalo udah makan ibu gapapa kok kalo mau tidur lagi"

     tetap tidak ada respon apapun

    Rere sedikit mengguncang bahu sang ibu, namun tetap tidak ada respon, hingga ia melihat tidak ada pergerakan apapun dari sang ibu, bahkan untuk sekedar mengambil nafas, ia panik bukan main, sampai pada akhirnya ia berinisyatif untuk mengecek denyut nadi sang ibunda, dan...

     "Inalillahi wainna ilaihirroji'un" kata pertama yang ia ucapkan sebelum akhirnya ia menjerit histeris "IBUUU!!! gak.. gak mungkin kan?ini mimpi kan bu? ibu cuman lagi bobo aja kan? ibu jawab dong ucapan Rere dong bu, jangan kayak gini buu..hiks"

     "kita masih banyak mimpi yang belum di wujudkan kan bu..,ibu mau lihat Rere wisuda sarjana kan? makanya ayok bangun dulu bu,...hiks hikss bu Rere mohon buu, Rere masih belum bisa bikin ibu bahagia, jangn dulu sekarang buu"

      "IBUU..."

      Air matanya sudah turun dengan deras sejak tadi. Ibunya sudah tertidur dengan nyenyak, tidak ada lagi suara lembut yang akan menenangkannya, tidak ada lagi Sri yang akan mengeluh kesakitan, Rere mendongak dan melihat wajah sang ibu yang terlelap damai, ia sudah tiada, ibunya sudah tidak bernyawa. Rere menatap nanar sang ibunda. Ibunya sudah tidak kesakitan lagi, sudah tidak tersiksa lagi dengan kehidupan yang sangat jahat padanya itu. ibunya sudah berada di tempat yang paling indah di sisi tuhan.

    Semoga ibu bahagia di atas sana bu, kelak Rere akan mewududkan impian terakhir ibu.

                                              

***

 

         Wajah cantik dengan sedikit polesan itu terlihat sangat bahagia, wajahnya berseri seri, senyumnya yang tak pernah pudar itu terus terpampang jelas di wajah cantiknya, badan ideal yang di baluti dengan kebaya berwarna hitam terlihat begitu pas dan elegan di badannya, membuat dirinya semakin terlihat menarik di mata semua kaum, ia Rere.

     Hari ini adalah hari kelulusannya sebagai mahasiswa, setelah hari ini, akan ada gelar yang tercantum di depan namanya, Aqira Resti Putri S.Sn, nama yang indah.

     Setelah namanya di panggil oleh seseorang di balik mikrofon sebagai wisudawan terbaik matanya melotot sempurna, sebelum pada akhirnya ia menaiki panggung dengan perasaan bangga pada dirinya sendiri karena telah bisa sampai pada titik sejauh ini. Senyum yang tidak pernah pudar itu terus ia ulas di wajah cantiknya, situasi di seperti ini membuat dirinya gugup, namun rasa gugupnya kalah dengan rasa harunya pada dirinya sendiri, perlahan ia menarik nafasnya dalam dalam, sebelum pada akhirnya rangkaian kata demi kata yang tiba tiba saja muncul di benaknya keluar dengan sendirnya.

         "Assalamualaikum wr wb, halo semuanya.. perkenalkan saya Aqira Resti Putri lulusan sarjana seni, sebelumnya saya mengucapkan banyak terimakasih kepada bapak ibu dosen yang saya hormati, saya juga sangat berterimakasih pada teman teman saya, yang selalu mendukung dan mengsuport saya, sehingga saya bisa sampai pada di titik sejauh ini" ia menjeda ucapannya saat merasa dadanya begitu sesak saat mengingat impian terakhir sang ibu yang ingin melihatnya berdiri di depan banyak orang layaknya hari ini.

           "ehh.. sebelumnya saya ijin bercerita sedikit tentang bagaimana saya bisa sampai di titik ini" ia menarik nafas sebelum akhirnya ia melanjutkan ucapannya "berdirinya saya di sini bukan tanpa alasan, melainkan berdirinya saya di sini untuk memenuhi sebuah impian. Impian ibu saya, seharusnya di hari ini ibu saya adalah orang yang paling bahagia, karena impian untuk melihat anaknya menjadi sarjana sudah terpenuhi, seharusnya ibu saya, ada di sini.. di pinggir saya, menemani saya dan berbicara pada kalian semua" ucapannya terjeda saat tiba tiba air matanya meluncur tanpa intruksi, ia menarik nafasnya dalam dalam sebelum akhirnya kembali melanjutkan ucapannya "berdirinya saya di sini adalah impian pertama dan terakhir yang pernah ibu saya ucapkan pada saya, dan lihatlah sekarang, saya di sini, tapi ibu? ibu sudah terlebih dahulu di panggil sang pencipta sebelum melihat impiannya yang sudah terwujud, dulu, saya tidak yakin untuk melanjutkan pendidikan saya karena keadaan ekonomi yang buruk, namun ibu selalu meyakinkan saya untuk terus maju dan menjadi wanita yang berpendidikan tinggi, ibu selalu bilang bahwa saya harus percaya pada yang kuasa, tidak ada yang mustahil bagi-Nya. Dan sekarang saya membuktikan perkataan yang ibu saya katakan, berdirinya saya di sini, sebagai wisudawan terbaik dengan beasiswa, selama saya menuntut ilmu di universitas ini, saya tidak mengeluarkan uang se peser pun. Haha ini sangat lucu, Tuhan memberikan segala cara agar saya sampai di titik ini, di titik impian ibu saya." suara riuh tepuk tangan menyambut indra pendengarannya saat ia mengakhiri kalimat terakhirnya dengan bangga. Semua orang yang ada di sana merasa takjub padanya, semuanya ikut menitikkan air mata ketika untaian kalimat demi kalimat yang yang Rere ucapkan beberapa menit lalu.

 

***

     

          Sekarang di sinilah ia berada, dengan pakaian yang sama. Menemui seseorang yang selama lima tahun ini ia selalu rindukan. Matanya memandang gundukan tanah yang selama ini ia anggap sebagai tempat peristitahatan terakhirnya, makam sang ibunda.

          Ia duduk bersipuh di pinggir makam tersebut, tangannya ter ulur untuk membersihkan makam sang ibunda yang sedikit tertutupi rumput, Rere menutup matanya sejenak untuk menetralkan pandangannya yang memburam karena air mata yang menumpuk di pelupuk matanya, tangannya mengusap batu nisan itu dengan lembut.

          "ibuuu.. selamat sore bu, gimana keadaan ibu di sana? pasti ibu udah gak kesakitan lagi kan bu? dadanya udah gak sesek lagi kan? Rere yakin, di sana Allah pasti akan memberikan ibu tempat ternyaman, tempat dimana ibu gak bakal ngerasain lagi perihnya dunia, tempat yang selalu membuat ibu bahagia dan tersenyum hingga ibu lupa bagaimana caranya menangis, maaf Rere baru bisa ke sini dan jenguk ibu lagi sekarang, soalnya selama tiga bulan ke belakanng Rere sibuk banget nyusun skripsi" ia menjeda ucapannya dan mengusap gusar air mata yang sempat turun tanpa aba aba. Rere mengeluarkan cake birthday berukuran kecil yang sempat ia buat dari paper bag yang ia bawa sejak tadi.

      "Hari ini Rere bawain ini buat ibu, selamat ulang tahun bu, Rere selalu berdoa semoga ibu bahagia teus di sana, maafin Rere ya bu yang semasa ibu masih ada Rere gak pernah bikin ibu bahagia, yang ada malah bikin ibu sedih mulu. Ibu pernah bilang ke Rere kalo ibu pengen liat Rere menjadi sarjana bukan?" Rere menurunkan toga yang ia kenakan dan meletakannya di atas gundukan tanah tersebut "hari ini impian ibu udah terwujud, Rere udah jadi sarjana, bahkan menjadi wisudawan terbaik dengan beasiswa bu, ibu bener, yang ibu bilang bener, kita harus yakin kalo gak ada yang mustahil bagi Tuhan ya bu, hari ini Rere pidato panjang lebar di depan banyak orang loh bu, sendirian hehe, yang lain itu pada manggil orang tuanya buat ke depan terus pidato bareng, tapi Rere udah gak bisa lagi kayak mereka ya bu.Tapi gapapa Rere tetep seneng karena impian ibu untuk menjadikan anaknya sebagai wanita berpendidikan setidaknya udah terwudud, hari ini, di hari ulang tahun ibu Rere kabulkan impian terbesar ibu. Terimakasih ibu atas semua jasa ibu selama ini Rere sayang banget sama ibu" setelah itu ia membalikan badannya dan melihat makam di sebelahnya, makam ayahnya.

          "Rere juga sayang ayah, terimakasih ayah, Rere sayang kalian semua"setelah mengatakan hal itu ia tertidur di antara dua makam kedua orang tuanya.

 

***

              

          Nurul terbangun dari tidurnya karena merasakan ada sentuhan lembut di bahunya, tertidur di atas meja belajarnya dengan lap top yang masih menyala, sepertinya ia tidak sengaja tertidur saat baru saja selesai menyelesaikan naskahnya.

          Ia menggeliat untuk merengangkan otot ototnya. Nurul mengerjapkan matanya beberapa kali untuk memperjelas arah pandangnya, ia menoleh ke samping dan langsung di sambut oleh senyum manis Iis, ibunya.

          Iis mengusap pelan puncak kepala sang putri "sayang.. kenapa bisa ketiduran di sini, yuk pindah dulu" ucapnya dengan lembut.

          "hehe iya bu"

          "oh iya barusan saat kamu masih tertidur ibu tidak sengaja melihat naskahmu yang ternyata baru saja selesai, setelah itu karena ibu penasaran ibu baca saja. Ibu sampai nangis membacanya nak, tapi kenapa kamu buat naskah mu itu menjadi sad ending sayang?"

          Saat mendengar itu tangan Nurul terulur mengambil tangan sang ibu untuk ia genggam, ia melempar senyum tulus pada ibunya "maaf bu, Nurul membuat ceritanya menjadi sad ending, dengan ibunya yang meninggal di akhir. Tapi niat Nurul membuat ending yang seperti itu bukan untuk mendoakan ibu agar cepat kembali ke pangkuan sang kuasa, namun Nurul membuat ending yang seperti itu untuk menyadarkan para pembaca Nurul betapa penting dan berartinya peran dan jasamu, ibu."

        Iis membalas senyum putrinya tak kalah tulus sebelum ia mengangguk dan mencium kening sang putri.

                                                

~ TAMAT ~

 

 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar