Tempat Makan Favorit dan Seputar Shalat Arba’in: CPH Part 6
Penulis : Irfan Soleh
Waktu subuh selalu indah disini, pemandangan jama'ah
yang selalu serempak berjama'ah, sujud yang seragam, saling toleran meski ada
sedikit perbedaan, dari mulai pukul 2 pagi orang sudah ramai ke mesjid bahkan
ada yang berangkat pukul satu agar bisa ke raudhah tanpa berdesak-desakan. Hal
yang paling membuat saya iri adalah ketika melihat sepasang suami istri, mereka
begitu ‘mesra’ berangkat sama-sama ke mesjid lalu berpisah di gerbang masuk
karna tempat shalat yang dipisah antara laki-laki dan perempuan kemudian mereka
janji ketemuan lagi di pintu gerbang yang sama ketika hendak kembali ke maktab.
Mereka akan saling tunggu di gerbang yang sama dan saling tunggu kalau salah
satunya ada yang terlambat
Subhanallah sungguh indah melihat dua insan yang
saling mencintai karena Allah dan sama-sama menjalani hari melaksanakan
perintah Allah. Sepulang shalat berjama’ah banyak para jama’ah yang
menyempatkan mampir di rumah makan indonesia. Setidaknya ada 2 tempat makan favorit
dekat Mesjid Nabawi yang selalu ramai oleh jama’ah indonesia yaitu Rumah Makan
Si Doel Anak Madinah dan RM Bakso Solo. Keduanya menawarkan menu khas Indonesia
dari mulai nasi lengkap dengan lauk pauknya yang serba indo sampai bakso, bubur
kacang, pisang goreng dan makanan khas indonesia lainnya.
Begitulah rangkaian rangkaian kehidupan di Madinah
rasanya tiada hari tanpa shalat dan makan berjama’ah, sungguh indah. Nah
ngobrol-ngobrol masalah shalat nih, kita mengistilahkannya dengan shalat
arba’in. Apa yang dimaksud shalat arba’in? Adakah perdebatan dalam masalah ini?
Untuk mengetahui jawabannya yuk ikuti catatan perjalanan ini sampai habis ya,
he...lanjuuuutttt
Pembahasan mengenai arba’in ini saya ambil dari
berbagai sumber tentunya Prof. Google sangat berperan penting disini. Shalat
Arbain adalah sebenarnya shalat yang biasa dilakukan oleh umat Islam pada
umumnya, yaitu shalat fardhu yang biasa dilakukan dalam sehari-semalam sebanyak
5 waktu. Hanya saja disini, para jemaah haji dituntut untuk melaksanakannya
secara berjamaah di Masjid Nabawi sebanyak 40 waktu tanpa terputus satu
kalipun. Maka ketika salah satunya ditinggalkan, gugurlah pahala shalat
Arba’innya.
Lantas apa perdebatan dalam masalah ini? Karena ada
sebagian kalangan yang beranggapan bahwa kebanyakan jama’ah haji indonesia
salah mengartikan tentang shalat arba’in ini. Salah dalam arti apakah khusus di
mesjid Nabawi ataukah bisa juga shalat di mesjid-mesjid yang lain? Saya
pribadi melihat letak permasalahannya adalah dari segi istidlal atau pengambilan
dalil nya. Pertama ada yang memakai dalil hadis yang diriwayatkan dari Anas Bin
Malik, bunyi hadisnya sebagai berikut:
عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِىِّ -صلى الله
عليه وسلم- أَنَّهُ قَالَ « مَنْ صَلَّى فِى مَسْجِدِى أَرْبَعِينَ صَلاَةً لاَ
يَفُوتُهُ صَلاَةٌ كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَةٌ مِنَ النَّارِ وَنَجَاةٌ مِنَ
الْعَذَابِ وَبَرِئَ مِنَ النِّفَاقِ
Dari Anas bin Malik, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa
sallam, beliau bersabda, “Barangsiapa melaksanakan shalat sebanyak 40 kali
shalat di masjidku (baca: Masjid Nabawi) dalam keadaan tidak tertinggal satupun
shalat, maka akan dicatat baginya keterbebasan dari api neraka dan keselamatan
dari kemunafikan. (HR. Ahmad no. 12605. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan
bahwa sanad hadits ini dho’if (lemah) karena status Nubaith bin ‘Umar yang
tidak diketahui.)
Muhammad Abduh Tausikal dalam artikelnya yang berjudul
Meninjau Shalat Arba’in di Mesjid Nabawi menyimpulkan bahwa hadis diatas adalah
lemah (dho’if) dengan memaparkan beberapa pendapat ulama hadis diantaranya
Syaikh Muqbil Al Wadi’iy rahimahullah –ulama hadits dari Yaman- menilai bahwa
hadits di atas tidak shahih dari Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam.
Sedangkan komentar Al Haitsamiy dalam Al Majma’ Az Zawa’idyang mengatakan bahwa
periwayat hadits di atas tsiqoh (terpercaya) namun dikomentari oleh Syaikh Al
Albani, “Beliau sudah salah sangka karena Nubaith bukanlah periwayat dari kitab
shahih, bahkan dia bukan periwayat dari kutubus sittah lainnya.”
Dalil yang kedua tentang shalat arba’in ini lebih kuat
dari yang pertama, bunyi hadisnya sebagai berikut:
مَنْ صَلَّى لِلَّهِ أَرْبَعِينَ يَوْمًا فِى جَمَاعَةٍ
يُدْرِكُ التَّكْبِيرَةَ الأُولَى كُتِبَتْ لَهُ بَرَاءَتَانِ بَرَاءَةٌ مِنَ
النَّارِ وَبَرَاءَةٌ مِنَ النِّفَاقِ
“Barangsiapa mengerjakan shalat secara ikhlas karena
Allah selama empat puluh hari dengan berjamaah dan dengan mendapatkan
takbiratul ihram maka dicatat untuknya dua kebebasan, yaitu bebas dari neraka
dan bebas dari kemunafikan.” (HR. Tirmidzi no. 241, dari Anas bin Malik. Syaikh
Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan)
Hadis ini lebih kuat dari hadis yang pertama hanya
saja dari teks hadistnya, hadis ini tidak menyebutkan pengkhususan di Mesjid
Nabawi. Sehingga menurut saya, cara amannya adalah shalat arba’in diniatkan
mengikuti dalil yang kedua ini, adapun kalau dilaksanakan di Masjid Nabawi
tentu lebih afdhol berdasarkan dalil lain yang menyebutkan keistimewaan shalat
di mesjid Nabawi. Salah satunya adalah
صَلاَةٌ فِى مَسْجِدِى هَذَا خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ صَلاَةٍ
فِيمَا سِوَاهُ إِلاَّ الْمَسْجِدَ الْحَرَامَ
“Shalat di masjidku (Masjid Nabawi) lebih baik
dari 1000 shalat di masjid lainnya selain Masjidil Harom.” (HR. Bukhari no.
1190 dan Muslim no. 1394, dari Abu Hurairah)
Jadi kalau menggunakan hadis yang kedua ini di mesjid
manapun kita bisa melakukan shalat arba’in hanya saja tentu pahalanya tidak
akan sebanding dengan pahala shalat arba’in di Mesjid Nabawi berdasarkan hadis
yang lain yang mengutarakan keistimewaan shalat di Mesjid Nabawi.
Kalau seandainya ada yang salah dari tulisan ini mohon
dikoreksi, saran yang bersifat konstruktif sangat kami tunggu karena ini
berbicara masalah hukum, tapi kalau masalah tempat makan favorit tadi insya
Allah statusnya sohih, he.... catatan perjalanan haji part 6 dicukupkan sekian
dulu nantikan catatan perjalanan haji part berikutnya, insya Allah....
Catatan Perjalanan Haji Part 6
6 oktober 2011 Tempat Makan Favorit dan
Seputar shalat arba’in
Tidak ada komentar:
Posting Komentar