Fragmen Sejarah KH Aliyul Khowas (Abah Ali) Turalak
Penulis : Irfan Soleh
Hari ini, senin 9 Mei 2022 saya mengantar ayah saya, H. Ateng Kadar Soleh, reuni akbar IKADA (Ikatan Alumni Pondok Pesantren Al Huda Turalak). Ayah kami alumni tahun 1970 meskipun tidak lama karena kakek menyusul nenek kami yang telah meninggal dunia terlebih dahulu sehingga keadaan yatim piatu membuat ayah kami harus mencari penghidupan sendiri dan memilih berjihad dibidang ekonomi. Momen reuni ini saya jadikan kesempatan untuk menyambungkan sanad keilmuan Raudhatul Irfan dengan Pesantren Al Huda Turalak. Reuni ini juga saya jadikan momen untuk mengenal lebih dekat guru ayah saya yaitu KH Aliyul Khowas, sosok ulama yang sering saya dengar dari ayah saya sejak kecil. Saya melakukan wawancara sederhana kepada keluarga pesantren dan informasi dari beberapa santri senior hasilnya saya laporkan lewat tulisan ini, seperti apa fragmen sejarah Abah Ali? Yuk simak tulisannya.
Sumber pertama yang saya wawancara adalah Hj Nyai Atiqoh kebetulan beliau seangkatan bahkan sekelas dengan ayah saya di MI Kertaharja. Beliau menceritakan bahwa Abah Ali memulai Pesantren Al Huda Turalak pada tahun 1958 diusia Ceu Hj Atiq 25 hari. Abah Ali melanjutkan perjuangan ayahnya KH Sukaeji yang sudah memulai berda'wah sejak tahun 1927. Awalnya santri Abah Ali banyaknya yang pulang pergi ke rumah masing-masing alias santri kalong dari daerah sekitar dan mulai ada santri yang menetap ketika usia Ceu Hj Atiq masuk kelas 1 MI. Santri yang menetap awalnya hanya beberapa orang saja dilahan wakaf seluas 10 bata. Saat ini tahun 2022 alhamdulillah santri mukim diluar orang turalak sudah ada 560 santri dengan luas lahan kurang lebih 2 hektar. Kemudian saya bertanya kira-kira faktor kesuksesan Abah Ali dimata Ceu Hj Atiq itu apa? Jawaban beliau sifat yang menonjol pada diri Abah Ali adalah sifat Qona'ah dan ada aurod khusus yang selalu diwiridkan oleh Abah Ali yang selalu beliau baca setiap hari.
Sumber kedua yang saya wawancara adalah KH Asep. Kepemimpinan Pesantren Al Huda Turalak setelah Abah Ali ke KH Otong (suami dari Hj. Nyai Atiqoh) kemudian berlanjut ke KH Asep. Beliau memaparkan keprihatinan Abah Ali namun meskipun dari sisi ekonomi kehidupannya bisa dikatakan prihatin, Abah Ali sangat menjaga betul sumber keuangannya jangan sampai tercampuri dana dari pemerintah khususnya untuk bekal mondok putra putrinya. Sifat waro Abah Ali sangat menonjol di mata kang haji Asep. Abah Ali sering mencontohkan seorang santri yang memakan buah jambu dari halaman mesjid kemudian diusir oleh Ajengannya karena harus minta izin dulu kepada pemiliknya agar ilmunya bermanfaat. Abah Ali mengingatkan bahwa ilmu adalah cahaya dan cahaya Allah tidak akan diberikan kepada orang yang bermaksiat. Pertanyaan saya terkait key success factor Abah Ali sebenarnya masih banyak namun KH Asep diingatkan putranya untuk memimpin Tahlil dimakam Abah Ali beserta semua alumni yang sudah hadir. Saya dan ayah saya pun ikut berangkat Tahlil bersama beliau ke makam Abah Ali.
Sambil berjalan pulang dari makam ke tempat acara saya bertanya ke KH Ezen, santri Abah Ali dari tahun 1972 sampai 1977. Kang Ezen menceritakan bagaimana kasih sayang Abah Ali terhadap murid-muridnya sekaligus karomah nya Abah Ali. Meskipun Kang Ezen tidak menceritakan permasalahan yang dihadapi ketika mukim di Cisadap namun Abah Ali tahu tanpa ada yang memberitahu. Sudah 3 kali beliau didatangi oleh Abah Ali ke Cisadap dan ujug-ujug memberi solusi. Tiba-tiba saja Abah Ali menjenguk kang ezen dan meminta bertemu di mesjid dan memberi solusi atas permasalahan yang dihadapi kang ezen. Ketika memberi solusi pun tanpa diberitahu Abah Ali sudah tau terlebih dahulu dan sangat mengerti kegelisahan atau permasalahan yang sedang dihadapi muridnya. Menurut KH Ezen, Abah Ali itu sangat kuat tauhidnya dan sangat menjiwai kalimah toyyibah terutama didieu kieu ayeuna abdi tapak damaeul Allah sehingga tidak heran kesabaran Abah Ali luar biasa meski diterjang beragam cobaan dalam dakwahnya. Tidak terasa ngobrol santai dengan kang ezen dari makam sampai ke tempat acara sambil santap makan sore. Ketika saya mewawancara Kang Ezen ayah saya tampak bahagia ngobrol dan tertawa lepas dengan teman-teman seangkatannya, Angkatan Kolot.
Acara pun berlanjut hingga malam hari dimulai dengan Riyadoh yang dipimpin oleh KH Abdul Aziz Affandi dari Manonjaya dilanjut ceramah dari para alumni senior. Penceramah pertama adalah KH Aan, beliau termasuk 7 orang santri angkatan pertama al Huda turalak, beliau bernostalgia menceritakan bagaimana bangunan awal pesantren al Huda yang masih memakai Talupuh dan bagaimana keprihatinan Abah Ali ketika memulai pesantren Al Huda Turalak. Saking prihatinnya kehidupan Abah Ali, Kang Aan suka mendengar cibiran yang kurang enak pada Abah Ali. Namun bisa jadi karena cibiran dan hinaan itulah Allah angkat derajat Abah Ali. Beliau menceritakan Abah Ali suka mengajak santri nya shalat hajat pada jam 1 malam di tempat yang dibutuhkan pesantren sehingga tidak heran ketika ada lahan yang meskipun sangat subur dan dimiliki oleh orang yang kurang mampu namun Allah memberi hidayah taufik pada orang tersebut untuk mewakafkan lahannya untuk pesantren. Abah Ali sempat sakit 3 tahun namun bisa jadi dengan wasilah kesabaran beliau menghadapu cobaan penyakit itu beliau diangkat derajatnya oleh Allah SWT sehingga karomah beliau bisa kita rasakan melalui pesantren Al Huda Turalak ini. KH Aan mengajak para alumni untuk melihat bagaimana proses perjuangan Abah Ali jangan hanya melihat pesantren Al Huda Turalak saat ini.
Penceramah kedua yaitu KH Drs Saeful Uyun, beliau juga sama seperti KH Aan masih termasuk saudara sekaligus santri angkatan awal. Kang Aep menceritakan silsilah keguruan Abah Ali. Menurut beliau Abah Ali lama mondok di pesantren bunut rajapolah, kalau tidak salah di daerah jamanis, kemudian berkhidmah ke miftahul huda manonjaya. Senada dengan informasi dari KH Aan Abah Ali sangat khidmah kepada KH Khoer Affandi. Saking khidmatnya, ketika Uwa Ajengan Manonjaya mendirikan pesantren miftahul huda di gombong sari 11 santri Al Huda Turalak dikirim kesana. Abah Ali juga termasuk yang mendukung dan ikut mengawali pengajian malam kemisan miftahul huda. KH Drs Saeful Uyun memaparkan faktor kesuksesan mencari ilmu menurut kitab Ta'limul Muta'allim yaitu dengan mengagungkan ilmu dan guru. Itulah yang dicontohkan dan dipraktekan oleh Abah Ali. Tidak terasa sudah jam 12 malam, acara masih berlanjut dengan sambung rasa apara alumni namun saya melihat ayah saya sudah sangat cape sekali karena kami berangkat dari ba'da dzuhur, akhirnya saya mengajak ayah saya pulang. Alhamdulillah melalui acara reuni ini saya bisa sedikit mengenal potongan-potongan sejarah kehidupan KH Aliyul Khowas (Abah Ali) Turalak. Mudah-mudahan kedepan ada yang membuat buku biografi beliau secara lengkap dan tulisan ini bisa menjadi salah satu bahan buku tersebut. Terakhir mudah-mudahan Pesantren Raudhatul Irfan bisa kecipratan berkah dan karomah KH Aliyul Khowas, semoga..Amin...
Pesantren Raudhatul Irfan Ciamis, 10 Mei 2022
Tidak ada komentar:
Posting Komentar